kitabshalat; kitab jenazah; kitab zakat; kitab shiyam; kitab hajji; kitab nikah; kitab urusan pidana; kitab hukuman; kitab jihad; kitab makanan; kitab sumpah dan nazar; kitab memutuskan perkara; kitab memerdekakan budak; kitab kelengkapan; 🙏 do'a sehari-hari; 🔉 audio podcast; 💬 kamus istilah islam; soal & pertanyaan agama; 🔀 ayat Ini adalah aktifitas yang dibenci jika dilakukan di dalam shalat, walau tidak membatalkannya, tetapi hendaknya ditinggalkan demi kesempurnaan shalat kita. Mempermainkan Baju Atau Anggota Badan Kecuali Jika Ada Keperluan عن معيقب قال سألت النبي صلى الله عليه وسلم عن مسح الحصى في الصلاة فقال لا تمسح الحصى وأنت تصلي فإن كنت لابد فاعلا فواحدة تسوية الحصى رواه الجماعة. Dari Mu’aiqib, dia berkata Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang meratakan kerikil ketika shalat. Maka Beliau menjawab “Janganlah meratakan kerikil ketika shalat, tapi jika terpaksa meratakannya, cukuplah dengan meratakannya sekali hapus saja.” HR. Muslim No. 546, dan lainnya Imam Muslim memasukkan hadits ini dalam kitab Shahihnya, dengan judul Karahah Masaha Al Hasha wa Taswiyah At Turab fi Ash Shalah Makruhnya Mengusap Kerikil dan Meratakan Tanah ketika Shalat. Riwayat lain وعن أبي ذر أن النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا قام أحدكم إلى الصلاة فإن الرحمة تواجهه فلا يمسح الحصى أخرجه أحمد وأصحاب السنن. Dari Abu Dzar, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda “Jika salah seorang kalian mendirikan shalat, maka saat itu dia sedang berhadapan dengan rahmat kasih sayang, maka janganlah dia meratakan kerikil.” HR. At Tirmidzi No. 379, Abu Daud No. 945, Ahmad No. 21330, 21332, 21448, 21554, Ibnu Majah No. 1027, Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd No. 1185, Ibnu Khuzaimah No. 913, 914, Ad Darimi No. 1388, Ibnu Hibban No. 2273, Al Baghawi No. 663, Ath Thabarani dalam Musnad Asy Syamiyin No. 1804, Ath Thahawi dalam Syarh Musykilul Aatsar No. 1427 Imam At Tirmidzi menghasankan hadits ini, dan diikuti oleh Imam Al Baghawi. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan isnadnya memungkinkan untuk dihasankan. Tahqiq Musnad Ahmad No. 35/259. Sedangkan Al Hafizh Ibnu Hajar menshahihkannya. Bulughul Maram Hal. 48. Darul Kutub Al Islamiyah Adapun Syaikh Al Albani mendhaifkan hadits ini dalam berbagai kitabnya. Shahihul Jami’ No. 613, Tahqiq Misykah Al Mashabih No. 1001, dan lainnya Penyebab terjadinya perbedaan dalam menilai hadits ini adalah disebabkan adanya seorang rawi bernama Abu Al Ahwash. Tidak ada orang yang meriwayatkan darinya kecuali Imam Az Zuhri, dan Imam Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab Ats Tsiqaat Orang-Orang Terpercaya. Sedangkan Imam An Nasa’i mengatakan kami tidak mengenalnya. Imam Ibnu Ma’in mengatakan dia bukan apa-apa. Imam Yahya bin Al Qaththan mengatakan tidak diketahui keadaannya. Begitu pula Imam Al Hakim “Laisa bil matiin indahum – Tidak kuat menurut mereka para ulama.” Tahqiq Musnad Ahmad No. 35/259 Dari Ummu Salamah, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada seseorang bernama Yasar yang ketika shalat meniup-niup tanah. ترب وجهك لله “Perdebukanlah wajahmu untuk menyembah Allah.” HR. Ahmad No. 26572 Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan sanadnya jayyid/baik. Fiqhus Sunnah, 1/268 Syaikh Al Albani mengoreksi Syaikh Sayyid Sabiq dengan mengatakan كلا ليس بجيد فإن فيه عند أحمد وغيره أبا صالح مولى آل طلحة ولا يعرف كما قال الذهبي وأشار الحافظ إلى أنه لين الحديث “Tidak, hadits ini tidak jayyid, karena di dalamnya –pada irwayat Ahmad dan selainnya- terdapat Abu Shalih pelayan keluarga Thalhah, dan dia tidak dikenal sebagaimana dikatakan Adz Dzahabi, dan Al Hafizh Ibnu Hajar mengisyaratkan bahwa hadits ini layyin lemah.” Tamamul Minnah Hal. 313 Syaikh Syu’aib Al Arnauth juga mengatakan isnaaduhu dhaif- isnadnya lemah. Tahqiq Musnad Ahmad, 44/196 Bertolak Pinggang عن أبي هريرة قال نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الاختصار في الصلاة. رواه أبو داود وقال يعني يضع يده على خاصرته. Dari Abu Hurairah, dia berkata “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang bertolak pinggang ketika shalat.” HR. Muslim No. 545, Abu Daud No. 947, dia berkata yaitu meletakkan tangan di atas pinggangnya. Ad Darimi No. 1428, Ibnu Hibban No. 2285. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 947, dan hadits ini menurut lafaz Abu Daud Imam At Tirmidzi mengatakan وقد كره قوم من أهل العلم الاختصار في الصلاة. والاختصار هو أن يضع الرجل يده على خاصرته في الصلاة. وكره بعضهم أن يمشي الرجل مختصرا ويروى أن إبليس إذا مشى يمشي مختصرا. “Sekelompok ulama telah memakruhkan bertolak pinggang ketika shalat. Bertolak pinggang adalah seseorang yang meletakkan pinggangnya ketika shalat. Sebagian mereka memakruhkan seseorang yang berjalan sambil bertolak pinggang. Diriwayatkan bahwa Iblis jika berjalan dia sambil bertolak pinggang.” Sunan At Tirmidzi No. 381 Sementara Imam An Nawawi Rahimahullah menuliskan قِيلَ نَهَى عَنْهُ لِأَنَّهُ فِعْل الْيَهُود . وَقِيلَ فِعْل الشَّيْطَان . وَقِيلَ لِأَنَّ إِبْلِيس هَبَطَ مِنْ الْجَنَّة كَذَلِكَ ، وَقِيلَ لِأَنَّهُ فِعْلُ الْمُتَكَبِّرِينَ . “Disebutkan hal itu dilarang karena merupakan perbuatan Yahudi. Disebutkan perbuatan syetan. Disebutkan pula karena iblis diusir dari surga dengan seperti itu. Dikatakan pula itu adalah perilaku orang sombong. Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/310. Mawqi’ Ruh Al Islam Menengadahkan Wajah Ke Langit-Langit عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم لينتهين أقوام يرفعون أبصارهم إلى السماء في الصلاة أو لتخطفن أبصارهم Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda “Hendaknya orang-orang itu menghentikan perbuatannya menengadahkan pandangan ke langit ketika shalat, atau jika tidak, niscaya tercungkillah mata mereka!” HR. Muslim No. 428, Abu Daud No. 912, Al Baihaqi, As Sunannya No. 3351, Abu Ya’ala No. 7473, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 58/3, hadits ini diriwayatkan melalui berbagai sahabat dengan redaksi yang sedikit berbeda, yakni dari Abu Hurairah, Anas, dan Jabir bin Samurah Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan فِيهِ النَّهْي الْأَكِيد وَالْوَعِيد الشَّدِيد فِي ذَلِكَ وَقَدْ نَقَلَ الْإِجْمَاع فِي النَّهْي عَنْ ذَلِكَ . قَالَ الْقَاضِي عِيَاض وَاخْتَلَفُوا فِي كَرَاهَة رَفْع الْبَصَر إِلَى السَّمَاء فِي الدُّعَاء فِي غَيْر الصَّلَاة فَكَرِهَهُ شُرَيْح وَآخَرُونَ ، وَجَوَّزَهُ الْأَكْثَرُونَ ، وَقَالُوا لِأَنَّ السَّمَاء قِبْلَة الدُّعَاء كَمَا أَنَّ الْكَعْبَة قِبْلَة الصَّلَاة ، وَلَا يُنْكِر رَفْع الْأَبْصَار إِلَيْهَا كَمَا لَا يُكْرَه رَفْع الْيَد . قَالَ اللَّه تَعَالَى { وَفِي السَّمَاء رِزْقكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ } . “Dalam hadits ini terdapat larangan yang kuat dan ancaman yang keras atas perbuatan itu. Dan telah dinukil adanya ijma’ konsensus atas larangan hal tersebut. Berkata Al Qadhi Iyadh para ulama berbeda pendapat dalam kemakruhan menengadah pandangan ke langit ketika berdoa di luar waktu shalat. Syuraih dan lainnya memakruhkan hal itu, namun mayoritas ulama membolehkannya. Mereka mengatakan karena langit adalah kiblatnya doa sebagaimana ka’bah adalah kiblatnya shalat, dan tidaklah diingkari menengadahkan pandangan kepadanya sebagaimana tidak dimakruhkan pula mengangkat tangan ketika berdoa. Allah Ta’ala berfirman “Dan di langit adanya rezeki kalian dan apa-apa yang dijanjikan kepada kalian.” Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/171. Mawqi’ Ruh Al Islam Sementara Imam Ibnu Bathal Rahimahullah menerangkan العلماء مجمعون على القول بهذا الحديث وعلى كراهية النظر إلى السماء فى الصلاة ، وقال ابن سيرين كان رسول الله مما ينظر إلى السماء فى الصلاة ، فيرفع بصره حتى نزلت آية إن لم تكن هذه فما أدرى ما هى الذين هم فى صلاتهم خاشعون [ المؤمنون 2 ] ، قال فوضع النبى رأسه . “Ulama telah ijma’ bahwa hadits ini merupakan dasar bagi pendapat makruhnya memandang langit ketika shalat. Ibnu Sirin mengatakan Bahwa Rasulullah pernah memandang ke langit ketika shalat, Beliau menaikan penglihatannya sehingga turunlah ayat yang jika hal ini tidak terjadi saya tidak tahu apa maksud ayat “Orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” QS. Al Mu’minun 23 2, dia berkata “Maka Rasulullah menundukkan kepalanya.” Imam Ibnu Bathal, Syarh Shahih Bukhari, 2/364. Cet. 3. 2003M-1423H. Maktabah Ar Rusyd, Riyadh Melihat Sesuatu Yang Dapat Melalaikan عن عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى في حميصة لها أعلام فقال شغلتني أعلام هذه، اذهبوا بها إلى أبي جهم واتوني بأنبجانيته رواه البخاري ومسلم. Dari Aisyah, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat memakai pakaian berbulu yang bergambar, lalu dia bersabda “Gambar-gambar ini mengganggu pikiranku, kembalikan ia ke Abu Jahm, tukar saja dengan pakaian bulu kasar yang tak bergambar.” HR. Bukhari No. 752, Muslim No. 556 عن أنس قال كان قرام لعائشة سترت به جانب بيتها فقال لها النبي صلى الله عليه وسلم أميطي قرامك، فإنه لا تزال تصاويره تعرض لي في صلاتي Dari Anas, dia berkata Aisyah punya tirai tipis yang dipasang di depan pintu rumahnya maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pun bersabda Turunkanlah tiraimu itu, karena gambar-gambarnya menggangguku dalam shalatku.” HR. Bukhari No. 367, 5614 Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan وفي هذا الحديث دليل على أن استثبات الخط المكتوب في الصلاة لا يفسدها. “Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa memakai pakaian bergambar tidaklah membatalkan shalat.” Fiqhus Sunnah, 1/269. Darl Kitab Al Arabi Ya, namun hal itu makruh lantaran berpotensi merusak kekhusyukan shalat. Memejamkan Mata Sebenarnya Para Ulama berbeda pendapat, antara memakruhkan dan membolehkan. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah تغميض العينين كرهه البعض وجوزه البعض بلا كراهة، والحديث المروي في الكراهة لم يصح “Memejamkan mata sebagian ulama ada yang memakruhkan, sebagian lain membolehkan tidak makruh. Hadits yang meriwayatkan kemakruhannya tidak shahih.” Fiqhs Sunnah, 1/269. Darul Kitab Al Arabi Para Ulama Yang Memakruhkan Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra, mengatakan وروينا عن مجاهد وقتادة انهما كانا يكرهان تغميض العينين في الصلوة وروى فيه حديث مسند وليس بشئ “Kami meriwayatkan dari Mujahid dan Qatadah bahwa mereka berdua memakruhkan memejamkan mata dalam shalat. Tentang hal ini telah ada hadits musnad, dan hadits tersebut tidak ada apa-apanya.” As Sunan Al Kubra, 2/284 Ini juga menjadi pendapat Sufyan Ats Tsauri. Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/314. Darul Fikr Selain mereka adalah Imam Ahmad, Imam Abu Ja’far Ath Thahawi, Imam Abu Bakar Al Kisani, Imam As Sayyid Bakr Ad Dimyathi, dan lainnya. Alasan pemakruhannya adalah karena memejamkan mata merupakan cara ibadahnya orang Yahudi, dan kita dilarang meniru mereka dalam urusan dunia, apalagi urusan ibadah. Para Ulama Yang Membolehkan Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Zaid bin Hibban, telah bercerita kepada kami Jamil bin Ubaid,katanya سمعت الحسن وسأله رجل أغمض عيني إذا سجدت فقا إن شئت. “Aku mendengar bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Al Hasan, tentang memejamkan mata ketika sujud. Al Hasan menjawab “Jika engkau mau.” Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 2/162 Disebutkan oleh Imam An Nawawi, tentang pendapat Imam Malik Radhiallahu Anhu وقال مالك لا بأس به في الفريضة والنافلة “Berkata Malik tidak apa-apa memejamkan mata, baik pada shalat wajib atau sunah.” Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/314. Darul Fikr Semua sepakat bahwa memejamkan mata tidak haram, dan bukan pembatal shalat. Perbedaan terjadi antara makruh dan mubah. Jika dilihat dari sisi dalil -dan dalil adalah hal yang sangat penting- ternyata tidak ada hadits yang shahih tentang larangannya, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Sayyid Sabiq, dan diisyaratkan oleh Imam Al Baihaqi. Namun, telah shahih dari tabi’in bahwa hal itu adalah cara shalatnya orang Yahudi, dan tidak boleh menyerupai mereka dalam hal keduniaan, lebih-lebih ritual keagamaan. Maka, pandangan kompromis yang benar dan bisa diterima dari fakta-fakta ini adalah seperti apa yang diulas Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah sebagai berikut وقد اختلف الفقهاء في كراهته، فكرِهه الإِمامُ أحمد وغيرُه، وقالواهو فعلُ اليهود، وأباحه جماعة ولم يكرهوه، وقالوا قد يكونُ أقربَ إلى تحصيل الخشوع الذي هو روحُ الصلاة وسرُّها ومقصودها. والصواب أن يُقال إن كان تفتيحُ العين لا يُخِلُ بالخشوع، فهو أفضل، وإن كان يحول بينه وبين الخشوع لما في قبلته من الزخرفة والتزويق أو غيره مما يُشوش عليه قلبه، فهنالك لا يُكره التغميضُ قطعاً، والقولُ باستحبابه في هذا الحال أقربُ إلى أصول الشرع ومقاصده من القول بالكراهة، والله أعلم. “Para fuqaha telah berselisih pendapat tentang kemakruhannya. Imam Ahmad dan lainnya memakruhkannya. Mereka mengatakan itu adalah perilaku Yahudi, segolongan yang lain membolehkannya tidak memakruhkan. Mereka mengatakan Hal itu bisa mendekatkan seseorang untuk mendapatkan kekhusyu’an, dan itulah ruhnya shalat, rahasia dan maksudnya. Yang benar adalah jika membuka mata tidak menodai kekhusyu’an maka itu lebih utama. Dan, jika justru hal itu mengganggu dan tidak membuatnya khusyu’ karena dihadapannya terdapat ukiran, lukisan, atau lainnya yang mebuat hatinya tidak tenang, maka secara qath’i meyakinkan memejamkan mata tidak makruh. Pendapat yang menganjurkan memejamkan mata dalam kondisi seperti ini lebih mendekati dasar-dasar syariat dan maksud-maksudnya, dibandingkan pendapat yang mengatakan makruh. Wallahu A’lam.” Zaadul Ma’ad, 1/294. Muasasah Ar Risalah Memberikan Isyarat Dengan Tangan Ketika Salam Hal ini banyak dilakukan orang awam. Mereka membuka tangan kanannya dan membalikkannya ketika salam pertama dan begitu pula dengan tangan kiri ketika salam kedua. Dari Jabir bin Samurah, katanya كنا نصلي خلف النبي صلى الله عليه وسلم فقال ما بال هؤلاء يسلمون بأيديهم كأنها أذناب خيل شمس إنما يكفي أحدكم أن يضع يده على فخذه ثم يقول السلام عليكم السلام عليكم رواه النسائي وغيره وهذا لفظه. “Kami shalat di belakang Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dia bersabda “Kenapa mereka mengucapkan salam sambil mengisyaratkan tangan mereka, tak ubahnya seperti kuda liar! Cukuplah bagi kalian meletakkan tangannya di atas pahanya, lalu mengucapkan Assalamu Alaikum, Assalamu Alaikum. “ HR. An Nasa’i No. 1185, dan lainnya, dan ini adalah lafaz darinya. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1185 Menutup Mulut dan Menjulurkan Kain Sarung/Gamis/Celana Panjang Hingga Ke Tanah عن أبي هريرة قال نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن السدل في الصلاة، وأن يغطي الرجل فاه “Dari Abu Hurairah, katanya “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang menjulurkan kain ke bawah ketika shalat dan seseorang menutup mulutnya.” HR. Abu Daud No. 643, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, No. 3125, Ibnu Khuzaimah No. 772, dan Hakim No. 631, katanya shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 6883 Apa Maksudnya? قال الخطابي السدل إرسال الثوب حتى يصيب الارض، وقال الكمال بن الهمام ويصدق أيضا على لبس القباء من غير إدخال اليدين في كمه. Berkata Al Khathabi Menurunkan kain maksudnya menjulurkannya hingga menggeser di tanah. Berkata Kamaluddin Al Hummam Termasuk dalam hal ini adalah mengenakan baju tanpa memasukkan tangan ke lobang tangannya. Fiqhus Sunnah, 1/270 Imam At Tirmidzi Rahimahullah mengatakan وقد اختلف أهل العلم في السدل في الصلاة. فكره بعضهم السدل في الصلاة وقالوا هكذا تصنع اليهود وقال بعضهم إنما كره السدل في الصلاة إذا لم يكن عليه إلا ثوب واحد، فأما إذا سدل على القميص فلا بأس وهو قول أحمد. وكره ابن المبارك السدل في الصلاة. “Para ulama telah berbeda pendapat tentang menjulurkan kain dalam shalat. Sebagian mereka memakruhkannya, mereka mengatakan itu adalah perbuatan Yahudi. Sebagian lain mengatakan bahwasanya pemakruhan itu hanya jika menggunakan satu pakaian saja, ada pun jika yang dijulurkan pakaian itu adalah sebagai bagian luar dari gamis, maka tidak apa-apa, ini adalah pendapat Ahmad. Ibnul Mubarak memakruhakan menjulurkan kain dalam shalat.” Sunan At Tirmidzi No. 376 Shalat Ketika Makanan Telah Tersedia Dan Menahan Buang Air Besar dan Buang Air Kecil Dari Aisyah Radhiallah Anha bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ “Tidak ada shalat ketika makanan sudah terhidangkan, dan menahan dua hal yang paling busuk menahan buang air besar dan kencing.” HR. Muslim No. 559, Abu Daud No. 89, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 4816, Ibnu Khuzaimah No. 933, Ibnu Hibban No. 2072, dari Abu Hurairah, tanpa kalimat “tidak ada shalat ketika makanan sudah terhidangkan.” Hadits ini diperkuat oleh hadits berikut عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وُضِعَ عَشَاءُ أَحَدِكُمْ وَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ وَلَا يَعْجَلْ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهُ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُوضَعُ لَهُ الطَّعَامُ وَتُقَامُ الصَّلَاةُ فَلَا يَأْتِيهَا حَتَّى يَفْرُغَ وَإِنَّهُ لَيَسْمَعُ قِرَاءَةَ الْإِمَامِ Dari Ibnu Umar dia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda “Jika telah dihidangkan makan malam, dan waktu shalat telah datang, maka mulailah makan malam dan jangan tergesa-gesa sampai selesai.” Ibnu Umar pernah dihidangkan makan dan shalat tengah didirikan, namun dia tidak mengerjakannya sampai dia menyelesaikan makannya, dan dia benar-benar mendengar bacaan Imam.” HR. Bukhari No. 640,641,642, Muslim No. 557, 558,559, 560. Ibnu Majah No. 933, 934 Imam An Nawawi Rahimahullah berkata فِي هَذِهِ الْأَحَادِيث كَرَاهَة الصَّلَاة بِحَضْرَةِ الطَّعَام الَّذِي يُرِيد أَكْله ، لِمَا فِيهِ مِنْ اِشْتِغَال الْقَلْب بِهِ ، وَذَهَاب كَمَالِ الْخُشُوع ، وَكَرَاهَتهَا مَعَ مُدَافَعَة الْأَخْبَثِينَ وَهُمَا الْبَوْل وَالْغَائِط ، وَيَلْحَق بِهَذَا مَا كَانَ فِي مَعْنَاهُ يَشْغَل الْقَلْب وَيُذْهِب كَمَال الْخُشُوع “Hadits-hadits ini menunjukkan kemakruhan melaksanakan shalat ketika makanan yang diinginkan telah tersedia, karena hal itu akan membuat hatinya terganggu, dan hilangnya kesempurnaan khusyu’, dan juga dimakruhkan melaksanakan shalat ketika menahan dua hal yang paling busuk, yaitu kencing dan buang air besar. Karena hal ini mencakup makna menyibukkan hati dan hilangnya kesempurnaan khusyu’.” Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/321. Mawqi’ Ruh Al Islam Bahkan kalangan madzhab Zhahiriyah menganggap batal shalat dalam keadaan seperti itu وَنَقَلَ الْقَاضِي عِيَاض عَنْ أَهْل الظَّاهِر أَنَّهَا بَاطِلَة “Dinukil oleh Al Qadhi Iyadh dari ahluzh zhahir, bahwa hal itu batal shalatnya.” Aunul Ma’bud, 1/113. Syamilah Shalat Dalam Keadaan Ngantuk عن عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا نعس أحدكم فليرقد حتى يذهب عنه النوم، فإنه إذا صلى وهو ناعس لعله يذهب يستغفر فيسب نفسه رواه الجماعة. Dari Aisyah, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda “Jika salah seorang kalian ngantuk, hendaknya dia tidur dulu hingga hilang rasa ngantuknya, sedangkan jika dia shalat dalam keadaan ngantuk itu, bisa jadi dia ingin istighfar ternyata dia mengucapkan caci maki untuk dirinya.” HR. Al Jama’ah وعن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا قام أحدكم من الليل فاستعجم القرآن على لسانه فلم يدر ما يقول فليضطجع رواه أحمد ومسلم. Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda “Jika salah seorang kalian bangun malam dan masih ngantuk sehingga lidahnya berat membaca Al Quran dan ia tidak sadar apa yang dibacanya itu, maka sebaiknya dia tidur lagi!” HR. Ahmad dan Muslim Makmum Mengkhususkan Tempat Tersendiri Baginya Dari Abdurrahman bin Syibil, katanya سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَى عَنْ ثَلَاثٍ عَنْ نَقْرَةِ الْغُرَابِ وَعَنْ افْتِرَاشِ السَّبُعِ وَأَنْ يُوطِنَ الرَّجُلُ الْمَقَامَ كَمَا يُوطِنُ الْبَعِيرُ “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang dari tiga hal, yakni melarang seseorang ruku atau sujud seperti burung gagak, duduk seperti duduknya binatang buas, dan seseorang yang menempati tempat tertentu untuk dirinya di masjid bagaikan unta yang menempatkan tempat tertentu untuk berbaring.” HR. Abu Daud No. 862, An Nasa’i No. 1112, Ibnu Majah No. 1429, Ahmad No. 14984, 14985, juga Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al Hakim, katanya shahih, dan disepakati oleh Adz Dzahabi Ada pun Syaikh Al Albani menghasankan dalam berbagai kitabnya, seperti Misykah Al Mashabih, Ats Tsamar Al Mustathab, As Silsilah Ash Shahihah, Shahih At Targhib wat Tarhib, Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah, dan Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menjadikan hadits ini sebagai dalil hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat. Fiqhus Sunnah, 1/271. Darul Kitab Al Arabi Begitu pula yang dikatakan oleh Imam Asy Syaukani bahwa hadits ini merupakan dalil makruhnya makmum membiasakan shalat ditempat khusus. Nailul Authar, 3/196. Maktabah Ad Da’wah Al Islamiyah Sedangkan Syaikh Al Albani menyatakan keharaman perilaku makmum yang mengkhususkan tempat tertentu untuk dirinya. Ats Tsamar Al Mustathab, Hal. 669. Cet. 1. Ghiras Lin Nasyr wat Tauzi’ Demikianlah hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat. Sementara, Syaikh Sayyid Sabiq menambahkan bahwa sengaja meninggalkan sunah-sunahnya shalat juga termasuk perbuatan yang makruh. Wallahu A’lam Yang termasuk perbuatan bid'ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka Eramuslim – Menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sah shalat. Ketentuan tersebut ditegaskan dalam sejumlah dalil baik Alquran maupun hadis Rasulullah SAW. Dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 144, Allah SWT berfirman, ”Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjid al-Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” Perintah Sang Khalik itu diperkuat dengan hadis. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Bila kamu hendak mengerjakan shalat, hendaklah menyempurnakan wudlu kemudian menghadap kiblat lalu takbir ” HR Bukhari dan Muslim. Atas dasar ayat Alquran dan hadis itulah para ulama, menurut asy-Syaukani, bersepakat bahwa menghadap ke Baitullah hukumnya wajib bagi orang yang melakukan shalat. Lalu timbul persoalan, apakah harus persis ke Baitullah atau boleh hanya ke perkiraan arahnya saja? Dalam konteks ini perlu dipahami bahwa agama Islam bukanlah agama yang sulit dan memberatkan. Namun demikian, perlu berusaha memadukan antara teks dan konteks agar pemahaman tentang arah kiblat mendekati kebenaran. Terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama ketika menentukan pusat arah yang dihadapi itu. Apakah yang dihadapi itu zat kiblat itu sendiri atau cukup dengan menghadap ke arahnya saja. Ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru van Hoeve, memaparkan pendapat beberapa imam mazhab. Halaman 1 2
RukunShalat ada 13 yaitu : Niat, yaitu menyengaja untuk mengerjakan sholat karena Allah SWT. Niat ini dilakukan oleh hati, dan dapat pula dilafazkan dalam rangka membantu untuk meyakinkan hati. "Bahwasanya segala perbuatan itu harus dgn niat, dan segala perbuatan itu tergantung kpd niatnya." (HR Al-Bukhori) Berdiri bagi yang mampu.
Jakarta - Kiblat merupakan arah yang dituju umat muslim ketika melakukan berbagai ibadah, termasuk sholat. Kiblat mengarah pada bangunan Kakbah di Makkah. Ada berbagai hukum terkait menghadap kiblat, mulai dari wajib, sunnah, makruh hingga beberapa ibadah yang wajib dikerjakan dengan menghadapkan diri ke arah kiblat. Termasuk ketika mendirikan sholat fardhu, tawaf saat menjalankan ibadah haji dan ketika menguburkan SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 144 tentang anjuran menghadap kiblat saat ibadah. قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُArtinya "Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya."Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Dzauqush Shalah menjelaskan, menghadap kepada Allah, Rahasia shalat, ruh dan intinya ialah keberadaan hamba yang menghadap Allah secara totalitas, sebagaimana ia tidak dibolehkan memalingkan wajahnya dari kiblat Allah, ke kanan atau ke kiri, maka tidak semestinya pula ia memalingkan hatinya dari Rabb nya kepada adalah Baitullah, yang menjadi kiblat wajah dan badan seorang hamba, sedangkan Rabbul Bait Allah Tabaraka wa Ta'ala adalah kiblat hati dan ruhnya. Maka sejauh mana seorang hamba menghadap Allah dalam shalatnya, maka sejauh itu pula Allah menghadap kepada hamba-Nya, dan jika ia berpaling , maka Allah juga berpaling buku Misteri Mukjizat Makkah & Madinah 21 Kedahsyatan Yang Terjadi Di Kota Al-Mukaramah oleh Namin Asimah Asizun disebutkan beberapa hukum arah sebagai pusat tumpuan umat Islam dalam mengerjakan ibadah dalam konsep arah terdapat beberapa hukum yang berkaitan yang telah ditentukan secara syariat yaituHukum Wajib1. Ketika sholat fardhu ataupun sholat sunnah menghadap kiblat merupakan syarat sahnya Ketika melakukan tawaf di Ketika menguburkan jenazah maka harus diletakkan miring bahu kanan menyentuh liang lahat dan bagian wajah menghadap KiblatHukum SunnahHukum sunnah menghadap kiblat bagi yang ingin membaca Al Qur'an, berdoa, berzikir, tidur bahu kanan di bawah dan lain-lain yang HaramHaram hukumnya membelakangi atau menghadap kiblat ketika sedang membuang air besar atau kecil di tanah lapang tanpa ada dinding penghalangHukum MakruhBerlaku hukum makruh menghadap kiblat dan membelakangi arah kiblat dalam setiap perbuatan seperti membuang air besar atau kecil dalam ruangan berdinding, tidur secara terlentang sedang kaki selunjur ke arah beberapa penjelasan tentang hukum arah kiblat. Segala perbuatan tentu disaksikan oleh Allah SWT sebagai yang Maha alam. Simak Video "Heboh Selebgram Nonmuslim Masuk ke Masjidil Haram Makkah" [GambasVideo 20detik] dvs/lus
Keduanya(shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis dan Ka'bah) berdasarkan perintah Allah Ta'ala. Yahdī may yasyā-u ilā shirāthim mustaqīm (Dia memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus), yakni Allah Ta'ala meneguhkan siapa saja yang Dia kehendaki untuk memeluk agama Islam dan menghadap kiblat yang lurus..
Shalattidak akan sah kecuali jika memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun dan hal-hal yang wajib ada padanya serta menghindari hal-hal yang akan membatalkannya. Adapun syarat-syaratnya ada sembilan: 1. Islam, 2. Berakal, 3. Tamyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk), 4. Menghilangkan hadats, 5. Menghilangkan najis, 6. Menutup aurat, 7.
SungguhKami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. (Al Baqarah:144) Sebelumnya: Pemindahan Kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah. Al-Barra melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Nabi ﷺ menghadapkan wajahnya ke arah kiblat.
  • Иኗ ճቪրዦψ իдак
  • Τα ፊաсвቆηሎвև
    • Приጹий ሆθβ
    • Зоξуձևзаፁ киմιгиζ итէгևвэкр
    • Оճ σቂфа
Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka." (HR. Muslim, Nasa'i dan Ahmad). Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau bersabda: Perbuatanyang termasuk rukun shalat adalah? Bacalah kutipan teks prosedur berikut! Petunjuk Menggunakan Mesin Bor 1. Pasanglah mata bor. 2. Masukkan steker ke dalam stop-kontak. 3. Arahkan mesin bor dengan tepat ke arah tempat yang akan dilubangi dan dikunci. 4. Hidupkan mesin. 5. Atur kecepatan mesin. 6. Matikan mesin dan tunggu sampai Sesungguhnyashalat termasuk salah satu rukun Islam yang sangat agung. "Dalam hadits ini terdapat larangan yang kuat dan ancaman yang keras atas perbuatan itu. Dan telah dinukil adanya ijma' (konsensus) atas larangan hal tersebut. 'Para ulama berbeda pendapat dalam kemakruhan menengadah pandangan ke langit ketika berdoa di luar waktu .
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/381
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/972
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/742
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/962
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/859
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/530
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/895
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/608
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/115
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/263
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/585
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/871
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/30
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/533
  • x2c5h1h5f7.pages.dev/543
  • menengadah ke langit ketika shalat termasuk perbuatan yang hukumnya